Peran UMKM di Indonesia sangat signifikan bagi perekonomian terutama dalam menciptakan lapangan kerja serta mengurangi pengangguran dan kemiskinan. UMKM di negara berkembang termasuk di Indonesia umumnya memiliki karakteristik dengan jumlah yang sangat banyak, tersebar di seluruh daerah dan menyerap tenaga kerja atau padat karya. Hingga saat ini, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih merupakan salah satu sektor unggulan yang dapat menopang perekonomian Indonesia.
Hal ini terbukti dari kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja serta ekspor yang cukup besar. Tercatat pada tahun 2019, kontribusi sektor UMKM terhadap PDB yang terus meningkat menjadi sebesar 60,51%. Kontribusi sektor UMKM terhadap penyerapan total tenaga kerja juga tinggi, yaitu sebesar 96,92%. Selain itu, kontribusi sektor UMKM terhadap total ekspor non migas mencapai 15,65%.
Pelaku usaha skala mikro, kecil, menengah dan koperasi menempati bagian terbesar dari seluruh aktivitas ekonomi rakyat Indonesia mulai dari petani, nelayan, peternak, petambang, pengrajin, pedagang, dan penyedia berbagai jasa. Jumlah UMKM pada tahun 2019 tercatat mencapai 65,46 juta unit usaha, meningkat dari 57,9 juta unit pada tahun 2013. Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam UMKM mencapai 119,56 juta orang pada tahun 2019 meningkat dari 114,1 juta orang pada tahun 2013.
Selain sumbangsih yang besar terhadap perekonomian Indonesia, UMKM juga merupakan salah satu solusi untuk mengurangi ketimpangan maupun kesenjangan pendapatan masyarakat Indonesia, karena sektor ini mempunyai ketahanan ekonomi yang tinggi. Hal ini yang mendorong pemerintah untuk terus menciptakan dan mendukung program pemberdayaan ekonomi berbasis kerakyatan. Pemerintah telah mencanangkan upaya peningkatan akses sumber pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Program KUR dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan permodalan dalam rangka pelaksanaan kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. KUR bersumber dari dana perbankan yang disediakan untuk keperluan modal kerja dan investasi dan disalurkan kepada pelaku UMKM perorangan dan/atau kelompok usaha dalam wadah koperasi, yang memiliki usaha feasible tetapi belum bankable.
Pada perkembangannya, program KUR mengalami perubahan skema pemberian subsidi. Periode pertama penyaluran KUR yaitu pada tahun 2007 sampai dengan 2014, subsidi KUR diberikan menggunakan mekanisme Imbal Jasa Penjaminan (IJP). Imbal Jasa Penjaminan adalah Imbal Jasa yang menjadi hak Perusahaan Penjaminan yang bertindak selaku Penjamin atas kredit/pembiayaan bagi UMKM-K yang disalurkan Bank Pelaksana dalam rangka KUR. Kemudian pada tahun 2015, Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi UMKM melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan KUR dengan pola penjaminan dan memutuskan bahwa skema tersebut tidak tepat sasaran.
Kemudian diputuskanlah untuk pelaksanaan program KUR sejak Agustus 2015 menggunakan skema subsidi bunga/marjin. Subsidi Bunga adalah bagian bunga yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga yang diterima oleh Penyalur Kredit/Pembiayaan dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada debitur. Sedangkan Subsidi Margin adalah bagian margin yang menjadi beban Pemerintah sebesar selisih antara margin yang diterima oleh Penyalur Kredit/Pembiayaan dengan margin yang dibebankan kepada debitur dalam skema pembiayaan syariah. Pemberian subsidi bunga/marjin menyebabkan tingkat suku bunga untuk kredit/pembiayaan KUR sangat rendah dibandingkan dengan kredit komersial perbankan. Tingkat suku bunga tersebut terus mengalami penurunan dari tahun 2008 sebesar 24% kemudian terus turus hingga tahun 2020 berada di level 6%.
Untuk detail informasi mengenai Kredit Usaha Rakyat, baik persyaratan, bank penyalur dan sebagainya, dapat dipelajari melalui alamat : Klik Disini