Profil Kota Semarang
Kondisi Umum Kota Semarang
Kota Semarang adalah ibu kota Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Terletak di pesisir utara Pulau Jawa, Semarang merupakan salah satu kota terbesar dan terpenting di Indonesia. Dengan sejarah panjang dan peranannya yang strategis, Semarang dikenal sebagai pusat perdagangan, industri, serta pariwisata di wilayah Jawa Tengah.
Karakteristik Wilayah
Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Kota Semarang memiliki luas wilayah sebesar 373,70 km2 dan merupakan 1,15% dari total luas daratan Provinsi Jawa Tengah dengan batasan wilayah:
-
- sebelah barat : Kabupaten Kendal
- sebelah timur : Kabupaten Demak
- sebelah selatan : Kabupaten Semarang
- sebelah utara : Laut Jawa
Secara administrasi Kota Semarang terbagi atas 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Secara rinci luas masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut:
KECAMATAN | Persentase Penduduk | Kepadatan penduduk per km² |
Mijen | 5,31 | 1.591,35 |
Gunungpati | 5,94 | 1.729,00 |
Banyumanik | 8,46 | 4.822,53 |
Gajahmungkur | 3,32 | 6.030,73 |
Semarang Selatan | 3,67 | 10.456,73 |
Candisari | 4,46 | 11.820,08 |
Tembalang | 11,73 | 5.038,38 |
Pedurungan | 11,60 | 9.309,77 |
Genuk | 7,82 | 5.099,22 |
Gayamsari | 4,15 | 11.319,94 |
Semarang Timur | 3,92 | 12.261,64 |
Semarang Utara | 6,96 | 10.347,60 |
Semarang Tengah | 3,26 | 10.672,11 |
Semarang Barat | 8,81 | 6.888,81 |
Tugu | 1,99 | 1.201,59 |
Ngaliyan | 8,59 | 3.384,58 |
Kota Semarang | 100,00 | 4.534,07 |
Kepadatan Penduduk Kota Semarang
Sumber : Semarang Dalam Angka 2024
Letak dan Kondisi Geografis
Kota Semarang merupakan kota strategis yang berada di tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6°50’ – 7°10’ Lintang Selatan dan garis 109°35’ – 110°50’ Bujur Timur. Kedudukan Kota Semarang sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah dan ditunjang lokasi yang strategis pada jalur lalu lintas ekonomi Pulau Jawa menjadikan Kota Semarang tidak hanya berperan sebagai pusat pemerintahan tetapi juga salah satu pusat ekonomi di Jawa Tengah. Kota Semarang memiliki lokasi strategis sebagai koridor pembangunan di Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari empat simpul pintu gerbang yaitu koridor pantai utara, koridor selatan, koridor timur dan koridor barat, dan juga didukung sejumlah fasilitas transportasi seperti Pelabuhan Tanjung Emas, Bandar Udara Internasional Ahmad Yani, Terminal Terboyo, serta Stasiun Kereta Api Tawang dan Poncol yang semakin menguatkan peran Kota Semarang sebagai simpul aktivitas pembangunan sekaligus gerbang perekonomian di Provinsi Jawa Tengah dan bagian tengah Pulau Jawa.
Jika dilihat secara kewilayahan, Kota Semarang termasuk kedalam wilayah Kedungsepur (Kab. Kendal – Kab. Demak – Kab. Semarang – Kota Semarang – Kota Salatiga – Kab. Grobogan) yang total mencakup 85 (delapan puluh lima) kecamatan, dengan wilayah Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatan. Dalam perkembangan dan pertumbuhan Jawa Tengah, Kota Semarang sangat berperan terutama dengan adanya pelabuhan, jaringan transportasi darat (jalur kereta api dan jalan) serta transportasi udara yang merupakan potensi bagi simpul transportasi Regional Jawa Tengah dan Kota Transit Regional Jawa Tengah. Posisi lain yang tak kalah pentingnya adalah kekuatan hubungan dengan luar Jawa, secara langsung sebagai pusat wilayah nasional bagian tengah.
Dalam konteks pembangunan Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang juga merupakan bagian dari rangkaian kawasan strategis nasional KEDUNGSEPUR yang menjadi pusat aktivitas perdagangan dan jasa, industri dan pendidikan. Selain itu, Kota Semarang juga merupakan bagian dari segitiga pusat pertumbuhan regional JOGLOSEMAR bersama dengan Yogyakarta dan Solo. Posisi strategis dan fungsi Kota Semarang sebagai pusat aktivitas perdagangan dan jasa, industri dan pendidikan kemudian berdampak pada perkembangan pembangunan yang ada di Kota Semarang karena sebagaimana yang diketahui, aktivitas perdagangan dan jasa, industri dan pendidikan menjadi aktivitas yang paling banyak mengundang manusia untuk beraktivitas di dalamnya. Hal inilah yang juga menjadikan daya tarik Kota Semarang bagi banyak penduduk pendatang untuk beraktivitas di dalamnya. Dalam perkembangannya, Kota Semarang berkembang menjadi kota perdagangan dan jasa di mana perkembangan aktivitas perdagangan (perniagaan) dan jasa menjadi tulang punggung pembangunan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Lokasi strategis yang dimiliki Kota Semarang semakin menguntungkan dengan adanya proyek strategis nasional pembangunan jalan tol Trans Jawa yang melintasi Kota Semarang. Hal ini menjadikan Kota Semarang berpotensi menjadi salah satu kota transit yang akan mendorong peningkatan mobilitas orang maupun barang di dalam Kota Semarang. Mobilitas berkaitan erat dengan akses dan konektivitas. Kota dengan mobilitas yang baik akan mendukung kemudahan warganya dalam beraktivitas.
Topografi
Kota Semarang lebih dikenal sebagai kota pesisir, dengan kondisi topografi Kota Semarang bervariasi dengan elevasi yang berada pada ketinggian antara 0,75 meter sampai sekitar 348 meter di atas permukaan laut. Secara morfologis, kondisi bentang alam Kota Semarang memiliki karakter unik yang terdiri dari dataran pesisir, dataran rendah dan perbukitan. Dataran rendah dan kawasan pesisir mendominasi bagian utara Kota Semarang meliputi kecamatan Tugu, Semarang Barat, Semarang Utara dan Genuk dengan ketinggian antara 0,75 hingga 90,56 mdpl. Dataran rendah di kawasan utara sepanjang pesisir sini juga dikenal dengan sebutan Semarang Bawah. Pusat pemerintahan dan perdagangan, pusat kota lama serta beragam sarana prasarana kota yang penting dan vital seperti stasiun dan bandara berada di Semarang Bawah. Sedangkan daerah selatan yang berbukit dikenal dengan sebutan Semarang Atas. Kondisi geomorfologi Kota Semarang menunjukkan bahwa semakin mengarah ke selatan, morfologi Kota Selatan cenderung berupa perbukitan dengan elevasi yang lebih tinggi dibanding dengan Kota Semarang bagian utara. Daerah perbukitan yang memiliki ketinggian 90,56 – 348 mdpl meliputi daerah pinggir dan Kota Semarang bagian selatan meliputi kecamatan Mijen, Gunungpati, Banyumanik dan Tembalang. Perkembangan Kota Semarang semakin bergeser ke arah Semarang Atas, di mana kecenderungan ini mengancam kawasan hulu sungai yang berfungsi sebagai daerah konservasi.
Geologi
Jika ditinjau berdasarkan komposisi batuannya, kondisi geologi Kota Semarang terdiri dari enam jenis batuan. Dari sejumlah jenis bantuan tersebut, komposisi batuan yang membentuk kondisi geologi Kota Semarang didominasi oleh batuan endapan permukaan alluvium dengan persentase sebanyak 46,12% dari seluruh luasan area Kota Semarang. Kondisi komposisi batuan di Kota Semarang dapat dilihat pada gambar berikut.
Hidrologi dan Hidrogeologi
Kondisi hidrologi di suatu daerah dilihat dari dua hal yakni air permukaan dan air tanah. Air permukaan yang terdapat di wilayah Kota Semarang berupa sungai. Kota Semarang memiliki beberapa ruas sungai yang mengalir diantaranya adalah Kali Garang, Kali Pengkol, Kali Kreo, Kali Banjirkanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali Dungadem dan lain-lain. Kali Garang yang bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga mencapai Pegandan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras. Beberapa sungai yang melintasi Kota Semarang memiliki debit air yang berbeda-beda.
Hal ini tentu saja berpengaruh pada potensi air di Kota Semarang. Debit Kali Garang mempunyai debit 53%, Kali Kreo 34,7%, dan Kali Kripik 12,3% dari debit total. Sungai-sungai tersebut dikelola dalam 11 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Tugu, DAS Babon, DAS Banjir Kanal Barat, DAS Banjir Kanal Timur, DAS Barat, DAS Bringin, DAS Blorong, DAS Plumbon, DAS Silandak, DAS Tengah dan DAS Timur. Sungai menjadi salah satu sumber utama penyediaan air di Kota Semarang dengan kontribusi mencapai 69% bahan baku untuk pemenuhuan kebutuhan air minum masyarakat. Meski demikian, kualitas sumber air minum tersebut mengalami penurunan karena pencemaran sungai. Di sisi lain, keberadaan 21 sungai yang melintasi Kota Semarang juga membawa risiko bahaya tersendiri bagi Kota Semarang yang berada di area hilir. Pembangunan yang semakin masif dan tekanan urbanisasi menyebabkan perkembangan aktivitas masyarakat semakin bergeser mendesak ke area hulu yang berfungsi sebagai area konservasi.
Peta hidrogeologi dalam lembar dokumen RTRW 2011-2031 menjelaskan bahwa tipe akuifer di dibagi menjadi dua, yaitu tipe akuifer bebas dan akuifer tertekan. Akuifer bebas memiliki kedalaman antara 3-18 meter, sedangkan akuifer tertekan antara 50-90 meter di bawah permukaan tanah. Akuifer tertekan berada di ujung timur laut kota dan pada mulut Sungai Garang lama yang terletak pada pertemuan antara lembah Sungai Garang dengan dataran pantai. Kelompok Akuifer Delta Garang ini disebut pula kelompok akuifer utama karena merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat air tawar. Potensi sumber daya air yang ada di Kota Semarang tidak hanya berasal dari sungai yang melintas saja tetapi juga berasal dari air tanah. Penduduk Kota Semarang yang berada di dataran rendah banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3-18 meter. Sedangkan untuk penduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim hujan dengan kedalaman berkisar antara 20 – 40 meter.
Klimatologi
Klimatologi Kota Semarang memiliki kondisi yang sama seperti halnya kondisi klimatologi daerah-daerah di Indonesia pada umumnya dengan pergantian dua musim di sepanjang tahun yakni musim kemarau dan penghujan. Dari bulan November hingga Mei, angin bertiup dari arah Utara Barat Laut menciptakan musim hujan dengan membawa banyak uap air dan hujan, di mana lebih dari 80 % dari curah hujan tahunan turun pada periode ini. Kondisi iklim di Kota Semarang juga sangat dipengaruhi oleh perubahan arah angin. Suhu minimum rata-rata yang diukur di Stasiun Klimatologi Semarang menunjukkan kondisi yang selalu berubah dari 29,2ºC pada bulan Mei ke 27,6ºC pada bulan Agustus dan suhu maksimum rata-rata berubah dari 30,0 ºC ke 34,8 ºC. Kelembaban relatif bulanan rata-rata berubah-ubah dari maksimum 85,64% pada bulan Februari ke minimum 66,93% pada bulan September. Kecepatan angin bulanan rata-rata di Stasiun Klimatologi Semarang juga berubah-ubah dari 3,19 knot pada bulan Januari sampai 1,68 knot pada bulan Desember. Lamanya penyinaran matahari yang menunjukkan rasio sebenarnya sampai lamanya sinar matahari maksimum hari, bervariasi dari 7,55 jam pada bulan Juli sampai 4,04 pada bulan Desember.
Perubahan iklim memiliki dampak yang sangat nyata pada kehidupan masyarakat. Demikian pula di Kota Semarang yang ditunjukkan dengan adanya tren peningkatan suhu permukaan rata-rata selama 100 tahun terakhir serta pergeseran awal musim hujan dan perubahan frekuensi curah hujan yang ekstrim. Penurunan peluang curah hujan melebihi batas kritis berkaitan erat dengan potensi atau ancaman banjir khususnya di bagian tengah dan utara kota, sedangkan pada musim kemarau berdampak pada kemungkinan terjadinya kekeringan di masa depan.